MADHANG ATI DAN PELAKSANAANNYA
STUDY KASUS DI DESA MUNJUL PESANTREN
Oleh; M. Hasby Ash SAhiddiqi


PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mencari sebuah objek penelitian dan kemudian melakukan sebuah penelitian dalam waktu yang ditentukan, merupakan sesuatu hal yang tidak mudah bagi peneliti.
Berawal dari tidak adanya inspirasi untuk mencari objek kajian penelitian, untuk menenangkan pikiran peneliti berangkat menuju mesjid untuk mengikuti marhabanan yang diadakan pada setiap hari jum’at. Dari situ muncul-lah ide untuk melakukan penelitian marhabanan dan tawasul. Tetapi setelah peneliti mencari data dengan googling ternnyata sudah banyak yang melakukan penelitian yang serupa.
Setelah peneliti menemui sebuah komunitas pesantren “Mata Hati[1]” untuk mewawancarai tentang tawasul, disana peneliti diajak untuk mengikuti acara diskusi mata hati tersebut, dan diajak pula untuk melakukan padang ati.
Oleh karena itu, Penelitian kali ini saya mencoba mencari sesuatu hal yang sudah ada di sekitar, namun tak pernah melakukannya, mengingat waktu yang tidak begitu banyak. Saya memilih desa saya sebagai tempat untuk saya teliti. Karena, walaupun saya lama tinggal di desa belum tentu saya tau banyak hal tentang desa saya. Desa saya tersebut Yaitu desa munjul blok pesantren, desa ini terbagi ke dalam 6 subblok , yaitu, ciledock, Q-raba, Q-derux, cikiting, cibacin, dan citelar. Konon ke-semua subblok tersebut mempunyai sejarahnya masing-masing. Dan dari daerah sublok Q-derux dan ciledock disitu merupakan tempat pusat pesantren, sedangkan Q-raba, cikiting, cibacin, dan citelar seperti halnya pagar sari pesantren. Tetapi yang saya teliti kali ini bukanlah tentang sejarah desa penelti. Namun fokus yang saya ingin teliti di desa adalah tentang pelaksanaan atau ritual ‘’Madang Ati[2]”  di desa peneliti.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian kali ini adalah:
-          Apa dan bagaimana madang ati?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian madang ati ini adalah untuk mengetahui tentang madang ati  baik dari tatacara sampai dengan hikmahnya. Dan juga mengetahui tentang bagaimana hukum islam memandangnya.
4. Manfaat atau kegunaan
Manfaat atau kegunaan  dari penelitian ini adalah, untuk memberi tau khususnya bagi peneliti tentang pentingnya madhang ati
5. Metode Penelitian
-          Pengumpulan Data
Lokasi yang ditentukan, seperti yang telah disebutkan di atas yaitu desa munjul pesantren atau desa peneliti sendiri.
Untuk waktu pelaksanaan wawancara dilaksanakan 3 kali, pertama dengan par ustadz, kemudian dilanjutkan dengan para santri dan masyarakat dan terakhir dengan Nyai[3].
Pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara. Adapaun para interviewee sendiri meliputi para Kiayi atau Nyai, para ustadz, santri dan masyarakat sekitar.
Selain melalui wawancara peneliti juga beberapa mengutip dari buku dan browsing dari internet sebagai data

ANALISIS DATA
Dari data yang terkumpul kesemua data yang diperoleh merupakan hasil dari wawancara. Mengingat “madang ati” yang merupakan objek penelitian adalah sesuatu yang ada sejak pertama kali munculnya desa di daerah peneliti.
Madhang ati berasal dari kata padhang[4] dan ati yang berasal dari bahasa cirebon, menurut kamus cirebon padhang artinya adalah terang sedangkan ati disini berarti hati. Jadi maksud dari padhang ati adalah ritual yang dilakukan untuk menerangkan hati yang dimulai dengan ijazah dari guru kemudian  puasa  tujuh hari yang diikuti ziarah dan amlan-amalan tertentu dan di akhiri dengan mati geni[5].
Padhang ati ini dilaksanakan pada tiga putaran, putaran pertama yaitu ijazah terlebih dahulu kemudian puasa tujuh hari dengan melakukan amalan malam hari dengan membaca “Ya Latif” sebanyak 6000 kali dibaca sesudah isya lebih afdhol dibaca ba’da tahajud.
Sedangkan putaran kedua sama halnya dengan putaran pertama yaitu ijazah, kemudian puasa 7 hari yang di ikuti dengan amalan malam hari dengan membaca sholawat “Nuril Anwar” sebanyak 6000 kali yang dibaca sesudah isya atau lebih afdhol sesudah sholat tahajud.
Sedangkan untuk putaran yang ketiga sama halnya dengan putaran satu dan dua hanya saja putaran ini amalan malam harinya berupa membaca shalawat “Tunjina” yang dibaca sebanyak 6000 kali sesudah isya atau lebih afdhol sesudah sholat tahajud.
Menurut nyai zahro[6] ritual padhang  ati harus melalui ijazah[7] terlebih dahulu sebagai tanda permisi kita untuk melaksanakan padhang ati. ijazah sangatlah wajib dalam melaksanakan padhang ati, seseorang tidak bisa melkukan padhang ati tanpa izin melakukan padhang ati. Dan yang bisa memberikan ijazah hanya Kiyai Ibnu Sirin[8].
Kiyai ibnu sirin adalah satu-satunya yang bisa memberikan ijazah, beliau dapat memberikan ijazah karena beliau mendapat amanah dari kiyai Khozin[9], untuk meneruskan atau menggantinya menjadi penerus yang memberikan ijazah.
Menurut nyai zahro asal dari ritual madhang ati sendiri sudah ada pada zaman kiyai Abdullah Lubil Mashun[10] yang kemudian turun temurun hingga sekarang.
Adapun pelaksanaan ijazah sendiri sangat simple. Hanya peernyataan izin kepada kiyai kemudian kiyaipun memberikan wejang-wejangan, amal-amalan apa saja yang harus dilakukan dan do’a-do’a.
Setelah ijazah hal-hal yang harus dilakukan adala puasa tujuh hari yang dibarengi dengan amalan-amalan tertentu. setiap orang mendapatkan amalan-amalan yang berbeda-beda dalam melaksanakan madhang ati tergantung guru yang memberikan, bagi yang pemula biasanya selain puasa adalah amalan “mutih[11]”. Sedangkan bagi orang-orang yang biasa melakukan amalan-amalan tertentu semisal amalan lelakon kekebalan, atau amala-amalan yang lainnya itu bisa bentuk amalan yang berupa “ngasrep”[12]. Bahkan ada yang lebih ekstreem lagi yaitu bagi orang-orang yang sudah ekspert dalam bidang lelakon atau amal-amalan itu bisa dengan bentuk amalan “miji”[13].
Pemberian amalan mutih, ngasrep atau mijih itu dilakukan ketika berijazah. Seorang guru atau dalam hal ini kiyai Ibnu Sirin memberikan amalan yang harus dikerjakan dalam melaksanakan puasa diantara yang tiga itu namun yang biasa diberikan adalah mutih.
Selain amalan malam hari baik untuk putaran pertama, kedua dan ketiga dan juga amalan ketika berpuasa mutih, ngasrep atau miji, ziarah kubur merupakan hal yang yang harus pula dilakukan. Bagi para santri atau para pengamal harus berziarah kubur, namun waktu berziarah biasanya ditentukan. Bagi laki-laki itu biasanya harus berziarah pada malam hari ba’da isya, namun ada juga pada waktu setelah subuh dan setelah ashar. dan biasanya juga santri-santri tertentu waktu yang ditentukan untuk  berziarah itu pada tengah malam. Dan bagi perempuan waktu yang ditentukan biasanya waktu setelah ashar atau setelah subuh. Ziarah kubur ini bukanlah sesuatu yang wajib, boleh saja ditinggalkan atau tidak dilaksanakan apabila ada halangan-halangan yang mengakibatkan tidak bisa berziarah kubur.
Amalan terakhir dalam pelaksanaan madang ati adalah mati geni. Mati geni berasal dari kata mati dan geni mati artinya mati sedangkan geni artinya api. Menurut kang aming[14] yang sudah melaksanakan padang ati lebih dari 3 kali ini menyatakan bahwa mati geni adalah tahap terakhir dari proses madhang ati, mati geni yaitu ketika waktu maghrib di hari akhir madang ati pengamal tidak berbuka seperti halnya biasanya, tetapi pengamal hanya mengorek-ngorek kuping atau dengan meminum satu tegukan yang kemudian dilanjutkan dengan tidak memakan sesuatupun sperti halnya puasa, dan tidak boleh tidur  sampai matahari terbit di pagi hari, setelah itu diperbolehkan untuk berbuka memakan makanan apa saja.
Itulah susunan amalan yang harus dilakukan dalam melaksanakan  padang ati, dimuali dengan ijazah sampai dengan mati geni. Ritual ini dulu sering dilakukan oleh para santri atau  masyarakat sekitar pesantren, tetapi sekarang tidak semua santri bahkan kebanyakan santri  itu belum melaksanakan padang ati. Begitu juga masyarakat sekitar sedikit atau jarang sekali melakukan ritual ini.
Hikmah dan Manfaat dari Madhang Ati
Madang ati mempunyai manfaat yaitu untuk membuat hati menjadi terang seperti halnya apa yang dibaca pada malam hari putaran pertama “Ya Latif” yang merupakan salah satu Asmaul Husna, yang bertujuan untuk membuat hati menjadi lembut, selanjutnya pada putaran kedua yaitu membaca shalawat Nuril Anwar (cahaya di atas cahaya) dan pada putara terakhir
. Tetapi Madang ati mempunyai tujuan dan hikmah, menurut nyai Zahro mengatakan bahwa manfaat dan tujuan dari  madhang ati itu salah satunya adalah  supaya gatekan. Gatekan adalah mudah bisa, atau ilmu yang akan diperoleh itu mudah diterima. Apa-apa yang diberikan guru akan mudah diterima dan jika hapalan mudah untuk untuk mengingat.
Pada zaman dulu para santri sering melakukan padhang ati, tujuannya supaya ilmu yang diterima dari gurunya mudah diterima dan diamalkan. Baik itu ilmu tetang keagaman, ilmu kanuragan dan lain lain.
Bahkan menurut temen-temen komunitas mata hati menyatakan bahwa para kiyai terdahulu  ketika menjadi santri melakukan mutih atau ngasrep itu bertahun tahun. Dan terbukti sekarang para santri tersebut menjadi seorang kiyai.

KESIMPULAN
Madhang ati adalah s ritual untuk mencerahkan hati yang dimulai dengan ber ijazah, kemudian berpuasa 7  hari yang diringi  membaca amalan malam hari dan amalan mutih atau ngasrep atau mijih, dan di akhiri dengan mati geni.
Madang ati yang dilakukan di desa munjul merupakan ritual yang ada sejak pertama kali munjul pesnatren didirikan.Madang ati biasa dilakukan oleh masyarakat desa dan santri-santri, walaupun dalam konteks sekarang tidak begitu banyak yang melakukan.
                        Saran dan Kritik
-          Pendapat peneliti sebagai mahasiswa AAS terhadap ritual madhang ati:
            Menurut saya madhang ati sangatlah perlu untuk semua umat muslim, karena sesungguhnya madhang ati tidak hanya dengan amalan-amalan atau ritual tertentu tetapi banyak cara untuk bisa membuat hati menjadi terang. Bisa dengan membaca Al-Quran secara istiqomah, ataupun yang lainnya.
            Tetapi adanya sebuah konsep tentang “padang ati” yang ada turun temurun sejak dulu merupakan suatu yang tidak bisa kita tinggalkan yang pada hakikatnya sama yaitu mencari keridhoan Allah semata.
-          Kritik dan saran
Mungki penelitian kali ini hanya sekedar menjelaskan atau eksplaining, sebenarnya masih banyak lagi yang harus diteliti dari objek padang ati ini, baik dari segi budaya, agama, psikologi ataupun kedokteran, akan tetapi waktu juga yang  tidak memungkinkan. Mungkin suatu saat penelitian ini akan diteruskan apabila diperlukan.
Penelitian ini juga masih jauh dari kesempurnaan baik dalam hal penulisan ataupun yang lainnya. Oleh karena itu saya menunggu saran dan kritik dari siapa saja yang membaca paper penelitian ini.

Waallahu ‘alam





[1] Komunitas pemuda pesantren dalam khazanah keilmuan
[2] Madang ati adalah ritual yang dilakukan untuk membuat hati terang.
[3] Nyai disini adalah istri dari kiayai. Karena kiayi lagi keluar desa dan butuh waktu atau perjanjian sebelum ketemu dengan kiyai maka sebagai penggantinya adalah Nyai. Walaupun data yang diperoleh akan tidak sekuat Kiyai
[4] Sudjana dkk. Kamus Bahasa Cirebon.Bandung:humaniora utama press,2001.cet I. Hal.169
[5] Mati geni tidak memakan pada malam hari khususnya malam hari terakhir dan tetap melakukan wairid-wirid sampai waktu matahari terbit.
[6] Beliau adalah salah satu pengajar  di pesantern tersebut dan nerupakan adik dari K. Ibnu sirin
[7] Ijazah adalah proses melakukan izin permisi untuk melakukan madhang ati kepada kiyai, seperti halnya suatu amala-amalan tertentu, yang bisa memberi ijazah tidak boleh orang sembarang, harus orang yang khusus yang dipilih oleh seorang guru.
[8] Beliau adalah salah satu pengasuh pondok pesantren
[9] Slah satu pemimpin pondok pesantren munjul terdahulu yang merupakan cicit dari mbah abdullah
[10] Beliau adalah pendiri pertama atau pembabad tanah munjul. Nama asli beliau adalah Lubil Mashun setelah beliau haji ditambahi gelar Abdullah yang kemudian mashur dengan sebutan “mbah Abdullah”
[11] Mutih adalah amalan untuk memakan mkanan yang tidak bernyawa seperti buah-buahan, dan dilarang untuk memakan makanan-makanan dari makhluk yang bernyawa seperti ikan, susu, trasi, penyedap rasa (segala sesuatu yang berasal dari yang bernyawa)
[12] Selain tidak memakan bukan dari yang bernyawa juga harus memakan makanan yang tidak ada rasanya atau dalam bahasa carebon disebut asrep
[13] Miji berasal dari kata siji yang artinya satu. Maksud dari amalan tersebut adalah hanya boleh makan hanya denngan satu macam saja. Artinya tidak boleh memakan selain makanan yang ditentukan, dan biasanya makanan tersebut adalah nasi. Amalan ini sudah jarang yang melakukannya mungkin pada zaman-zaman terdahulu saja.
[14] Salah satu anggota komunitas mata hati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Hukum Islam

Tarikh Tasyri' Masa Sahabat

Wasiat