7 Upaya Mencapai Kebahagiaan Hidup Menurut Ibnu Abbas RA

Hati yang berbahagia


7 Upaya Mencapai Kebahagiaan Hidup Menurut Ibnu Abbas RA


Kebahagiaan hidup merupakan harapan bagi semua orang. Namun untuk mewujudkannya perlu perjuangan berat yang membutuhkan kesabaran dan keseriusan. Karena, pada hakikatnya kebahagiaan itu disamping anugerah juga harus diupayakan melalui ikhtiar yang sungguh-sungguh dan dikuatkan dengan doa.

Ibnu Abbas Ra Sahabat Rosulullah sallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan kunci untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia ini. Beliau adalah sahabat yang terkenal akan kemampuan keilmuan dan kesholehannya. Seorang mufassir besar yang telah hafal Al-Qur’an pada umur 9 tahun. Sampai Nabi pun pernah berdo’a khusus untuk beliau.

“Allahumma faqqihhu fiddiini,wa’lamhutta’wiila”

artinya:“ya Allah,berilah kepadanya pemahaman tentang agama dan ajarilah dia tentang takwil”

Berikut 7 kunci menggapai kebahagiaan dunia menurut Ibnu Abbas.


Pertama, untuk menggapai kebahagiaan kita harus mampu menjadikan hati kita selalu bersyukur. Untuk mencapai indikasi Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur adalah dengan terus belajar bersabar dan selalu menerima apa adanya (qona’ah) dari apa yang Allah berikan kepada kita.

Memiliki jiwa syukur berarti pula tidak memiliki ambisi yang berlebihan dan menghadapi masalah dengan penuh upaya dan ikhtiyar yang disertai tawakkal kepada Allah atas usaha yang telah dilakukan. Setelah itu yakinlah dengan janji Allah dalam Al-Quran yang artinya : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7).

Agar menjadi orang yang pandai bersyukur maka kita harus cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah kepada kita akan menjadi sesuatu yang berharga dan indah bagi kehidupan kita.

Jika kita sedang diberi kemudahan, maka bersyukur dengan memperbanyak amal ibadah, karena ibadah sesungguhnya adalah bentuk syukur atas anugerah Allah kepada kita, bukan semata-mata hanya sekadar penyembahan yang bersifat ritual belaka. Kemudahan yang lebih besar pun akan Allah anugerahkan sebagai bentuk ujian, apakah kita akan tetap bersyukur atau sebaliknya, yakni menjadi orang yang lalai atau menjadi orang yang kufur nikmat. Bila kita tetap terus bersyukur maka Allah akan terus mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Bagaimana bila kita sedang kesulitan ? Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita melalui sabda indahnya yaitu : “Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita”.

Kedua. menjadi pasangan yang sholeh dan sholehah. Al azwaj al-shalihah, yaitu menjadikan diri dan pasangan kita sebagai pasangan hidup yang sholeh atau sholehah.
Untuk mewujudkan pasangan hidup yang sholeh atau sholehah tentunya harus melalui kerjasama untuk menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Dengan demikian kebahagiaan pun akan terwujud dengan pasangan yang sama-sama membangun kesholehan.

Namun tentunya untuk mewujudkannya memerlukan kerja keras dan kesadaran bersama, sehingga beban kerja untuk merealisasikannya akan menjadi ringan. Sekedar contoh, apabila pasangan anda mengajak untuk sholat berjama'ah, maka turutilah dengan senang hati dan hilangkan kesan penolakan terhadap ajakannya baik melalui perbuatan maupun dengan kata-kata. Maka ketenangan pun akan terwujud dan menjadikan pasangan hidup anda sebagai pasangan yang sholeh. Kebahagiaan pun akan didapat karena sesuai dengan keinginan pasangan anda.

Dalam pandangan islam suami adalah orang yang bertanggung jawab dihadapan Allah (sebagai imam keluarga) dan akan diminta pertanggungjawabannya dalam membimbing istri dan anaknya untuk menjadi orang yang sholeh. Untuk menggapai kebahagiaan dari pasangan hidup yang sholeh harus ada upaya dan kerja sama dari suami maupun istri. Sehingga tanggung jawab suami sebagai imam akan menjadi ringan dan kebahagiaan pun akan didapat. Sudah barang tentu kebahagiaan milik seorang istri bila bersanding dengan suami yang sholeh, karena suaminya pasti akan bekerja keras untuk menuntun istri dan anak-anaknya menjadi muslim yang sholeh. Begitu juga jika seorang istri yang sholehah, karena dengan kesabaran dan keikhlasannya yang luar biasa dalam melayani suaminya bisa memberikan ketenangan dalam keluarganya walau seberapa buruknya kelakuan suaminya.

Ketiga, menjadikan anak-anak kita sebagai anak yang soleh. Untuk menggapai kebahagiaan melalui anak-anak kita menjadi al-aulad al-abrar tentunya harus kita upayakan supaya anak-anak kita menjadi anak yang baik dan sholeh melalui pendidikan agama dan akhlak serta tauladan yang baik dari orang tuanya.

Namun tidak hanya itu, upaya untuk mendapatkan al-aulad al-abrar tentu tidak mudah. Dengan hanya membekali mereka melalui pendidikan agama dan akhlak terkadang tidak cukup membuat anak-anak menjadi orang yang berbakti. Perlu kerja keras dari seorang ayah yang sholeh dan kesabaran serta keihlasan dari seorang ibu yang sholehah dalam membimbing anak-anaknya dengan tauladan yang baik disertai dengan bukti nyata kesholehan kita terhadap orang tua kita.

Sahabat Ibnu Umar ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda : "Berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya kelak anak-anakmu akan berbakti kepadamu, dan peliharalah kehormatan dirimu, niscaya isteri-isterimu akan selalu memelihara kehormatannya." (HR Thabrani dengan sanad hasan).

Hadits tersebut merupakan kunci bagi kita untuk menggapai kebahagiaan dari anak-anak kita, yakni jadikan diri kita sebagai orang yang berbakti kepada orang tua. Maka balasannya adalah anak-anak  akan berbakti dan berbuat baik kepada kita. Kemudian berdoalah kepada Allah seperti yang telah diajarkan oleh para Nabi Allah seperti doa Nabi Ibrahim a.s. :
“Robbi hablii minash shoolihiin.”
“Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh,” (Q.S. Ash-Shaffaat: 100).
Atau doanya Nabi Zakariya a.s. :
“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa.”
“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa,” (Q.S. Ali Imron: 38).
Atau doa berikut ini :
“Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa.”
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa,” (Q.S. al-Furqon: 74).

 
Keempat, Mewujudkan lingkungan yang baik untuk beramal sholeh. al-bi'ah al-sholihah atau  lingkungan yang baik bagi kehidupan kita dalam menggapai kebahagiaan dunia akhirat. Yakni lingkungan yang kondusif bagi semua aktifitas kita dalam mewujudkan kebahagiaan dunia akhirat. Untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi kehidupan kita adalah dengan cara menjadikan orang-orang yang menjadi bagian hidup kita adalah orang yang peduli dengan kebaikan dalam segala hal, baik yang berhubungan dengan kehidupan duniawiyah maupun akhirat kita. Artinya, kita boleh mengenal dan bergaul dengan siapapun tetapi untuk menjadi teman yang menjadi bagian hidup kita, haruslah orang-orang yang bisa menjadi motivasi bagi kesholehan kehidupan keluarga kita. Dengan demikian, orang-orang yang datang berkunjung ke rumah kita atau sebaliknya adalah orang-orang sholeh yang bisa meningkatkan nilai keimanan dan ketakwaan kita.

Inilah yang dimaksudkan dari Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Hakim bahwa beliau bersabda: “Seseorang dapat dinilai dari agama kawan setianya, maka hendaklah di antara kalian melihat seseorang dari siapa mereka bergaul.” (HR. al Hakim).

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)


Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/1287-pengaruh-teman-bergaul-yang-baik.html
Melalui pergaulan dan lingkungan yang sholeh akan membawa dan mengajak kita kepada kebaikan dan mengingatkan kita jika berbuat salah. Bergaul dengan orang-orang sholeh dalam lingkungan yang sholeh merupakan kebahagiaan tersendiri karena didalamnya adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan Islam yang selalu terpancar yang akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.

Kelima, berikhtiar dengan baik untuk mendapatkan harta yang halal. Al mal al-halal, atau harta yang halal bisa didapatkan dengan cara berusaha dengan baik dan sesuai dengan aturan syari'at. Banyaknya harta tidak menjamin kebahagiaan bagi pemiliknya jika didapat dengan cara yang tidak halal. Harta yang tidak halal bisa memunculkan rasa waswas dan ragu yang bisa menimbulkan rasa takut dan merasa bersalah.

kehalalan dalam harta menjadi paradigma dalam Islam, bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya yang diutamakan dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan bukan pula berarti bahwa Islam tidak menganjurkan umatnya untuk kaya. Harta yang tidak halal menjadikan pemiliknya berhati kotor dan lemah dalam menjalankan syariat Islam serta mendorong kepada kemaksiatan. Doapun akan sulit dikabulkan oleh Allah SWT.

Dikisahkan dalam sebuah Hadits riwayat Imam Muslim bahwa Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. “Kamu berdoa sudah bagus”, kata Nabi SAW, “Namun sayang makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Mudah dikabulnya doa menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang yang hartanya halal. Karena dengan halalnya harta yang dimiliki dan dinikmati bisa menjauhkan setan dari hatinya yang semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya.

Keenam, Memperdalam ilmu agama. Tafakuh fi al-dien, atau memperdalam ilmu agama. Maksudnya adalah semangat untuk memahami dan memperdalam agama.

Memperdalam agama dimulai dari semangat memperdalam ilmu agama. Karena, dengan memperdalam ilmu agama seseorang akan mengetahui agamanya secara mendalam melalui pengamatan dan pemikiran yang bersih, serta melalui pembelajaran yang baik dari guru-gurunya yang sholeh, baru kemudian mengamalkannya. Mempelajari ilmu agama tidak sebatas pada penguasaan ilmu fiqih saja, tetapi juga harus dipelajari ilmu-ilmu yang bersumber dari Al-Quran, karena dalam Islam ilmu itu merupakan satu kesatuan dari ilmu Allah yang terdapat dalam Al-Quran.

Untuk memperdalam agama Rasulullah SAW mengingatkan kita melalui haditsnya “Sebaik-baik kalian ialah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya,” (HR Bukhari dan Tirmidzi).

Semangat memahami agama diwujudkan melalui semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin banyak belajar, maka semakin merasa sedikit ilmu sehingga tak ingin berhenti untuk belajar lebih jauh lagi tentang ilmu untuk mengenal Allah melalui ciptaan-Nya. Allah SWT pun mengangkat derajat orang-orang yang berilmu seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran : 
"...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..." (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).

Orang yang berilmu akan semakin kokoh keimanannya karena merasa bodoh dihadapan Allah dan perlu tuntunan dan petunjuk dari Tuhannya melalui ayat-ayatNya, baik ayat Qouliyah maupun ayat Kauniyah, sehingga ia akan terus belajar dan mencari kebenaran untuk menghilangkan keraguan dan mendapatkan keyakinan dari al-Quran. Keyakinan yang semakin kokoh dengan petunjuk Allah dan semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya akan memancarkan pengetahuan dan hikmah. Cahaya cinta pun memancar dari hatinya sehingga menerangi orang-orang yang berharap ilmunya.

Ketujuh, Menjaga umur agar barokah. Al 'Umur al-barokah. Umur yang barokah bukan berarti umur atau usia yang panjang, tetapi umur yang berkualitas dalam beramal baik dengan fisiknya maupun melalui hartanya.

Umur yang barokah itu artinya umur yang bisa digunakan untuk kesholehan, yakni bagaimana caranya dari setiap detik umurnya diisi dengan amal ibadah. Artinya, kesholehan itu dijaga sebaik mungkin hingga tutup usia, sekalipun umurnya tidak begitu panjang tapi amal ibadahnya berkualitas sehingga amal ibadahnya mempunyai nilai yang sama dalam pandangan Allah SWT dengan orang yang berumur panjang.

Mewujudkan umur yang barokah diawali dengan iktikad dalam menjalani kehidupan beragama dengan sungguh-sungguh dan terencana dengan menjaga konsistensi dalam beramal dan menjaga keyakinan.

Karena usia manusia berbeda-beda maka ungkapan semakin tua semakin sholeh itu tidak hanya untuk orang-orang yang berumur panjang. Umur yang barokah adalah umur yang berkualitas dari segi amaliyah dan kesehatannya terjaga agar konsisten dalam beramal. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya untuk kebahagiaan dunia semata, tetapi selama hidupnya hingga di hari tuanya akan diisi dengan amaliyah yang bermanfaat bagi kebaikan dan kebahagiaan dalam pandangan agama untuk diri, keluarga dan lingkungannya. Tidak ada waktu untuk bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya karena yang dilakukan adalah hal positif, apalagi kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome) karena kebaikan dan kebahagiaan saja yang dirasakan.

Bagi yang berusia panjang, pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya dengan ibadah dan hal positif yang berguna bagi orang lain, tidak sibuk dengan berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya selalu bersyukur dengan apa yang sudah dinikmati selama hidupnya. Aktifitas hidupnya hanya untuk mempersiapkan diri menuju akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua akan semakin siap untuk menghadapi kematian dan rindu untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Setiap aktifitas di hari tuanya sudah terbiasa diisi dengan mendekatkan diri pada Sang Maha Pengasih. Tak ada rasa takut atau khawatir untuk meninggalkan dunia ini, bahkan dalam hidupnya dipenuhi harapan untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah SWT. 

Demikianlah tujuh upaya untuk mencapai kebahagiaan yang disarikan dari pesan-pesan Ibnu Abbas ra.

Mendapatkan kebahagian merupakan dambaan semua orang, maka agar  kita dikaruniakan Allah kebahagiaan dunia tersebut, selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, disertai dengan memohon kepada Allah SWT dengan berbagai doa yang telah diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin. Diantaranya adalah membaca doa yang paling sering dibaca oleh beliau. 

“Rabbanaa aatinaa fi al-dunyaa hasanah” (“Ya Allah karuniakanlah aku kebaikan dunia “).

“wa fi al-aakhirati hasanah” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”).

"wa qinaa 'adzaab al-naar" ("dan lindungilah kami dari azab api neraka")

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Hukum Islam

Tarikh Tasyri' Masa Sahabat

Wasiat