Semangat Kemerdekaan di Hari Nuzul al-Qur'an

Peringatan proklamasi kemerdekaan tahun 2011 ini bertepatan dengan bulan suci ramadlan bahkan (Insya Allah) bertepatan dengan hari perayaan Nuzul al-Qur’an. Selama bulan Agustus tahun ini kita berpuasa sekaligus mengenang dan memperingati detik-detik proklamasi kemerdekaan bangsa ini. Begitu pula yang terjadi pada tahun 1945 di bulan yang sama terjadi dua momentum yang sarat nilai ini, yakni proklamasi kemerdekaan yang menjadi symbol dari terbebasnya bangsa Indonesia dari cengkeraman kekejaman penjajah, bebas menentukan pilihan sendiri dalam membangun dan mempertahankan kesatuan bangsa ini. Sementara Ramadlan menjadi symbol bagi pembebasan jiwa manusia dari belenggu nafsu syahwat dan bujuk rayu syetan, terbebas dari keangkuhan dan egoisme diri untuk menjadi manusia yang paripurna.
Namun, ada yang berbeda di tahun ini, peringatan HUT RI insya Allah akan bertepatan dengan peringatan Nuzul al-Qur’an. Bulan agustus merupakan bulan kemerdekaan bangsa Indonesia, di setiap bulan ini tiba spirit patriotisme dan nasionalisme terasa begitu menyatu pada setiap jiwa bangsa dan negara. Terlebih ketika tanggal 17 itu datang, kegembiraan pun membahana dan menghiasi semua aktifitas negeri tercinta dengan nuansa yang sama pada saat detik-detik kemerdekaan itu tiba.
Bulan suci ramadlan merupakan bulan yang penuh berkah, karena di bulan ini terdapat peristiwa yang dialami oleh pejuang kemanusiaan yang membawa pesan-pesan ilahiyah menuju kemerdekaan universal. Hari dimana pesan-pesan ilahiyah itu pertama kali diturunkan, nuzul al-Quran menjadi momen pertama dan terpenting bagi perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam mengawali peperangan melawan kedzaliman dan kemusyrikan bangsanya agar menjadi umat yang memiliki kemerdekaan secara hakiki dan menjadikan mereka sebagai bangsa yang unggul dan berperadaban. Dan di bulan ini setiap insane muslim berjuang untuk menjadi fitri, suci bersih dan terbebas dari dosa, menggapai kemenangan melawan hawa nafsu syahwat dengan tujuan menjadikan dirinya sebagai manusia yang paripurna seperti Nabi SAW. Itulah bulan suci ramadlan, bulan penuh perjuangan menuju kemerdekaan jiwa secara hakiki atau disebut juga Syahrul Jihad sekaligus sebagai syahruttarbiyah (bulan pendidikan) bagi umat islam.
Sepertinya Allah SWT kembali memberikan isyarat dari fenomena terjadinya peringatan proklamasi kemerdekaan yang insya Allah bertepatan dengan peringatan Nuzul al-Qur’an di bulan penuh kasih sayang ini. Bahwa seharusnya kemerdekaan yang dicapai adalah kemerdekaan yang universal dan holistic sesuai dengan pesan-pesan Al-Qur’an. Kemerdekaan yang menyeluruh bagi semua komponen bangsa ini sehingga kemerdekaan yang kita dapatkan itu benar-benar sempurna, tidak lagi ada perbudakan, pendindasan, kedzaliman, atau yang termarjinalkan dan terampas hak-haknya sebagai manusia. Kemerdekaan dari kungkungan penjajah memang telah sirna dan kemerdekaan jiwa pun sudah seharusnya tercapai bagi semua insane bangsa ini.

Menuju Kemerdekaan Hakiki di Bulan Suci.
Kita benar-benar diingatkan oleh Allah SWT dengan datangnya dua symbol berbeda namun sama-sama memiliki makna yang besar dan memiliki spirit yang sama, yakni mewujudkan kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan RI yang ke-66 sebagai symbol berakhirnya perjuangan berat dalam mewujudkan kebebasan berekspresi sebagai bangsa dan Negara yang mandiri, dan dapat memberikan ruang sebebas-bebasnya bagi warganya dalam mengejawantahkan tugas kekhalifahan manusia seutuhnya sebagai bagian dari warga Negara.
Dan bulan suci ramadlan sebagai symbol perjuangan menggapai kebebasan ruhani yang sesuai dengan tugas fitrah manusia sebagai hamba Allah SWT, dengan tujuan mulia, yakni untuk mempersiapkan diri menjadi makhluk unggul dan mulia disisi Allah dalam mengemban tugas berat kekhalifahan di muka bumi.
Ramadlan di tahun ini sudah semestinya kita jadikan momentum berharga dalam menuju kemerdekaan yang hakiki, kemerdekaan yang tidak sebatas pada bentuk ritual kenegaraan saja, tetapi kemerdekaan yang benar-benar dirasakan oleh semua masyarakat bangsa ini dan satu sama lain dari mereka pun memberikan kebebasan kepada orang lain dalam melakukan hal-hal yang baik bagi pembangunan bangsanya dan dirinya. Sehingga setiap individu merasakan kebebasan dan kenyamanan dalam mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi diri secara penuh dalam membentuk dirinya mendekati manusia ideal atau disebut dengan realisasi diri (self realization) sebagai individu dan sebagai bagian dari bangsa ini.
Mahmud Muhammad Thaha seorang ilmuan Sudan mengungkapkan bahwa makna kemerdekaan diri adalah konsistensi seseorang dalam menunaikan kewajibannya sebagai makhluk, individu, dan sebagai bagian dari masyarakat ketika ia telah pula memperoleh haknya. Maka untuk mewujudkan kemerdekaan atau kebebasan pada diri manusia, Allah memfasilitasinya dengan ibadah sekaligus sebagai manifestasi diri dari tugas kehambaannya, dan salah satunya adalah melalui puasa bulan Ramadlan.
Jika kita melihat dari tujuan tasyri’ ibadah puasa maka memang demikian adanya. Dengan berpuasa berarti berusaha agar terlepasnya jiwa dari belenggu nafsu syahwat serta tipu daya dan bujuk rayu syetan. Itulah hakikat dari ibadah puasa. Yakni memerdekakan diri dari segala bentuk ketergantungan kepada hal-hal yang bersifat material maupun non material selain Allah dan semua yang bersifat negative yang dapat berdampak buruk bagi kebahagiaan jiwa manusia.
Dalam memperingati hari kemerdekaan di bulan suci ini seyogyanya kita introspeksi diri, selama setahun kita masih terus memperturutkan keinginan syahwat, bahkan terkadang yang kita lakukan itu melebihi dari batas kewajaran dalam memperturutkannya, sekalipun masih dalam batas tidak dilarang.
Coba perhatikan hidup kita selama setahun itu, masihkah kita makan dengan kenyang tanpa memperhatikan saudara kita yang masih kekurangan dan bahkan kelaparan? Atau tidur dengan lelap tanpa menghiraukan rintihan tetangga yang sulit tidur karena sakit dan harus tidur beralaskan tikar?. Dan masih banyak lagi pertanyaan sekitar tindakan dan prilaku kita yang tidak disadari telah melampaui batas-batas kemanusiaan baik dalam perspektif agama maupun social.
Nyatanya memang demikian, sebagian dari prilaku kita masih menghambat kemerdekaan orang lain dalam mendapatkan haknya, bahkan kebebasan bertindak mereka untuk membangun bangsa ini pun terkebiri.
Nafsyu syahwat menjadi yang paling utama, terbukti bahwa ketamakan masih terus menggelayuti pikiran dan tindakan kita. Merupakan manifestasi dari ketamakan adalah ketika kita ngotot mempertahankan keinginan nafsu syahwat untuk memperoleh sesuatu tanpa mempertimbangkan hak masyarakat kecil yang masih memerlukan pengayoman dari kita. Kedengkian pun masih menghiasi setiap ucapan dan tindakan kita ketika melihat saudara kita mendapatkan kebahagiaan.
Bahkan kita tidak segan-segan mengeluarkan ucapan dan tindakan yang dapat membatasi kebebasannya. Perasaan diterimanya amal masih bersarang di hati kita ketika melakukan ibadah atau amal social kepada orang lain. Dan kita pun masih bangga diri dan ingin dipuji orang lain ketika kita melakukan amal ibadah, padahal amal yang dilakukan itu belum tentu sesuai dengan yang diharapkan oleh Allah SWT.
Keangkuhan dan kesombongan menjadi hiasan perilaku kita ketika berada dalam kemenangan atau mendapatkan anugerah dari Allah berupa kelebihan harta, pangkat atau jabatan. Tindakan kita pun masih semena-mena sampai melampaui batas-batas keadilan bagi orang lain, memperdaya dan menindas yang lemah. Lebih dari itu kita masih menjadi penjajah teman sendiri, kemerdekaan dan rasa keadilan mereka terampas, dan hak-haknya pun terabaikan. Sepertinya tidaklah pantas semua itu masih dilakukan oleh orang yang berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadlan.
Selagi kita masih terjajah oleh hawa nafsu dan mengikutinya maka kita belum dikategorikan merdeka, dan selagi kita masih belum merdeka, maka tindakan kita pun akan berakibat pada hilangnya kebebasan bagi orang lain.

Mewujudkan Kemerdekaan dengan spirit Nuzul al-Qur’an
Peringatan Hari Kemerdekaan bangsa ini terjadi begitu sempurna. Atas dasar gagasan KH Agus salim dan disetujui oleh Bung Karno, proklamasi kemerdekaan dilakukan pada tanggal 17 Agustus yang bertepatan dengan hari peringatan Nuzul al-Quran, yakni tanggal 17 Ramadhan. Harapannya adalah kemerdekaan yang dicapai bangsa ini dipenuhi keberkahan seperti ketika nuzul al-Qur’an.
Peristiwa Nuzul al-Qur’an yang jatuh pada hari ke tujuh belas di bulan Ramadhan pada tahun ke 40 dari kelahiran Nabi SAW ini bagi umat islam merupakan hari bersejarah yang tidak hanya menjadi peringatan bagi setiap muslim. Begitu istimewanya hari itu sehingga menjadi inspirasi dan momentum efektif bagi para pendiri (founding father) bangsa dalam memproklamirkan kemerdekaan negeri yang tercinta ini. Peristiwa ini pula yang melatar belakangi peringatan Nuzul al-Quran bagi umat islam di seantero Nusantara sebagai wujud rasa Syukur atas kemerdekaan bangsanya.
Dan di tahun ini kita akan mengulang kembali peristiwa yang sama di 66 tahun silam. Peristiwa Nuzul al-Qur’an sudah seharusnya menjadi inspirasi besar bagi kita dalam mewujudkan dan mengisi kemerdekaan bangsa ini.
Pada saat Nabi SAW memperoleh wahyu dari ruh al-qudus beliau telah melihat kondisi socio-kultural yang carut marut dan dihiasi dengan budaya jahiliyah yang menghegemoni di setiap sendi kehidupan. Keprihatinan beliau atas kondisi masyarakat yang tertindas dan memerlukan perlindungan, membangkitkan semangat beliau untuk menyelamatkan mereka dari hegemoni jahiliyah itu dengan cara bertahannuts di goa Hiro, menjemput hidayah, menemukan hikmah terbesar bagi kehidupan manusia, yaitu Al-Qur’an al-karim.
Dan dengan al-Quran itu beliau telah melakukan misi pembebasan dengan menancapkan landasan social yang berdasarkan kepentingan bersama. Menghapus kedzaliman sistemik dan ketidak adilan social serta menghancurkan tatanannya yang bernuansa kapitalistik eksploitatif (salah satunya adalah riba). Mengikis budaya perbudakan dan penindasan serta mensejajarkan martabat manusia dengan ketakwaan.
Setelah melihat konteks Nuzul al-Qur’an yang demikian, maka peringatan Kemerdekaan RI yang bertepatan dengan hari mulia itu sudah seharusnya dijadikan momentum efektif dalam mengisi kemerdekaan dengan tindakan positif dan mengambil hikmah dari ketauladanan Nabi Muhammad SAW.
Jika kita melihat konteks Nuzul al-Quran maka apa yang dilakukan oleh Nabi SAW merupakan upaya membebaskan bangsanya dari nilai-nilai penjajahan. Dalam konteks bangsa Indonesia tentu kemerdekaan yang diperoleh melalui proses panjang perjuangan para pahlawan adalah pembebasan bangsa dari penindasan kekuasaan tirani penjajah. Sehingga makna kemerdekaan yang dimaksud tidak hanya sekedar kemerdekaan negara yang cukup dilalui dengan proses pertukaran pemerintahan dari satu golongan ke kelompok lain yang berhak. Akan tetapi kemerdekaan negara merupakan pembebasan jiwa rakyatnya dari belenggu nilai-nilai penjajahan, penindasan dan pembodohan. Selanjutnya menghantarkan mereka kepada kebebasan bertindak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran budaya bangsa, pemberdayaan dan kemandirian dalam pembangunan, menciptakan keadilan dan membangun tatanan moral dan etika yang berkarakter sebagai mana yang disebut dengan akhlak al-karimah.
Dalam konteks kekinian, kemerdekaan bangsa ini nyatanya masih perlu diperjuangkan. Sebahagian dari kita masih banyak yang belum merasakan indah dan nikmatnya kemerdekaan. Tidak sedikit dari kita yang masih belum merasakan keadilan dari pembangunan bangsa ini, terbukti dengan masih tingginya angka kemiskinan, kesulitan sebagian masyarakat miskin dalam memperoleh hak pendidikan dan akses kesehatan yang minim, korupsi dan terorisme seakan terus menghantu bangsa ini.
Sudah saatnya dimulai dari diri kita

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Hukum Islam

Tarikh Tasyri' Masa Sahabat

Wasiat